Siap-siap, BPJS Kesehatan Tidak Lagi Gratis 100 Persen, Berikut Skema Urun Biayanya

Iuran BPJS Kesehatan
Iuran BPJS Kesehatan naik. foto: bisnis.com/ruber.id

BERITA NASIONAL, ruber.id – Masyarakat harus bersiap membayar tambahan biaya rawat jalan dan rawat inap. Meskipun, sudah memakai fasilitas dari BPJS Kesehatan.

Melalui Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor: 51/2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Setiap peserta BPJS kesehatan akan diwajibkan membayar urun biaya dengan besaran yang bervariasi. BPJS Kesehatan tak lagi gratis 100%.

Meski Permenkes itu sudah diteken per tanggal 17 Desember 2018, kapan berlakunya masih belum bisa ditentukan.

“Saat ini urun biaya memang masih belum diberlakukan. Karena masih dalam proses pembahasan jenis pelayanan apa saja yang akan dikenakan urun biaya,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan di sela-sela Diskusi Media di BPJS Kesehatan, Jumat (18/1/2019) dikutip dari Kompas.com.

Urun biaya merupakan biaya tambahan yang harus dibayarkan peserta BPJS Kesehatan pada saat memperoleh manfaat pelayanan kesehatan.

Pengenaan urun biaya ini dikarenakan ada potensi penyalahgunaan pada beberapa pelayanan dan tindakan medis tertentu.

Baca juga:  Pemkab Pangandaran Alokasikan Rp8 Miliar untuk BPJS Kelas 3

“Urun biaya dikenakan pada peserta yang mendapatkan pelayanan tertentu yang tergolong bisa terjadi penyalahgunaan oleh peserta dikarenakan selera maupun perilaku peserta,” kata Deputi Direksi Bidang Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Muhammad Arief dalam kesempatan yang sama.

Penyalahgunaan yang dimaksud contohnya adalah tindakan sectio caesarea (melahirkan secara caesar) yang tidak sesuai indikasi medis namun pasien memintanya agar bisa melahirkan anak pada tanggal tertentu.

Hingga saat ini BPJS Kesehatan belum bisa merinci jenis tindakan medis apa saja yang akan dikenakan urun biaya.

Daftar tindakan medis tersebut masih akan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan rekomendasi dari beberapa pemangku kepentingan yang bekerja merumuskan daftar tindakan medis yang berpotensi disalahgunakan.

Meski begitu, skema umum nilai urun biaya sudah bisa diketahui publik. Sesuai dengan Permenkes nomor 51/2018 pasal 3 ayat (1), berikut rincian nilai urun biaya BPJS Kesehatan:

Rawat Jalan

a. Urun biaya Rp10.000 setiap kali melakukan kunjungan rawat jalan di rumah sakit kelas C, rumah sakit kelas D, dan klinik utama.

Baca juga:  Aliff Alli Terinfeksi Covid-19, Kondisinya Memburuk

b. Urun biaya Rp20.000 untuk setiap kali melakukan kunjungan rawat jalan ke rumah sakit kelas A dan rumah sakit kelas B.

c. Urun biaya itu dipatok maksimal Rp350.000 untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam jangka waktu 3 bulan.

Rawat Inap

a. Urun biaya sebesar 10% dari biaya pelayanan dihitung dari total Tarif INA-CBG setiap kali melakukan rawat inap; atau

b. paling tinggi sebesar Rp30.000.000.

Dalam hal rawat inap di atas kelas 1, maka urun biaya sebesar 10% dihitung dari total Tarif INA-CBG.

Selain skema nilai urun biaya, Permenkes nomor 51/2018 juga mengatur hak peningkatan kelas perawatan. Peserta dapat meningkatkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari haknya termasuk rawat jalan eksekutif.

Untuk peserta yang ingin meningkatkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari haknya, akan dikenakan Selisih Biaya antara biaya yang dijamin BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan pelayanan.

Baca juga:  Berobat di RSUD Pandega Pangandaran, Tentukan Jalur Layanan di Awal Pendaftaran

Pembayaran selisih biaya dapat dilakukan peserta secara mandiri, melalui pemberi kerja atau asuransi kesehatan lain yang dimiliki peserta.

Peningkatan kelas perawatan hanya bisa dilakukan satu tingkat lebih tinggi dari hak yang diperoleh peserta.

Pengenaan urun biaya ini tidak berlaku bagi peserta JKN-KIS atau peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang keanggotaannya didaftarkan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah melalui Jamkesda.

Selain untuk menghindari penyalahgunaan manfaat BPJS, pengenaan urun biaya ini juga dimaksudkan untuk menekan defisit BPJS yang kian membengkak.

“Menurut saya ada pengaruhnya menekan defisit tetapi memang tidak besar. Bagi BPJS Kesehatan sendiri tidak menganggap bahwa ini bagian dari sebuah upaya untuk menurunkan defisit,” kata Budi Mohamad Arief. (Arsip ruber.id)

Sumber: Kompas.com