Penjual Cilok di Majalengka Beli Mobil dengan Uang Receh

MAJALENGKA, ruber — Berbekal setumpuk uang receh, pasangan suami istri penjual cilok, Tirta (49) dan Mimin (44) mendatangi diler Toyota Auto 2000 di Kabupaten Majalengka. Mereka datang ke diler pabrikan asal Jepang itu bukan untuk ‘menukar’ uang receh jadi lembaran pecahan 50.000 ataupun 100.000, tapi untuk beli mobil Toyota Rush.

Tirta dan Mimin, menunjukkan makna kerja keras adalah pangkal sukses dan hemat adalah pangkal kaya. Apapun profesi Anda, selama mau bekerja keras ganjarannya adalah kesuksesan dan selama mau bijak menggunakan uang, maka impian Anda memiliki sesuatu yang diimpikan bisa terwujud.

Pasutri yang tinggal di Blok Pamengkang RT 02/01, Desa Biyawak, Kecamatan Jatitujuh itu, sehari-harinya bekerja menggarap sawah dan berkeliling berjualan ‘aci dicolok’ alias cilok, makanan tradisional berhan tepung tapioka yang banyak digemari masyarakat.

Baca juga:  Tanpa Pendampingan Pemda Sumedang, Warga Terkena Dampak Bendungan Kadumalik di Desa Cimanintin Mengaku Resah

Saat mendatangi diler Toyota Auto 2000 Majalengka, Raut wajah keduanya terlihat semringah. Tirta dan Mimin pun nampak memperlihatkan kesederhanaan dari cara berpakaian. Mimin mengenakan rok daster, sedangkan Tirta nyaman dengan kaus sederhana, keduanya datang ditemani sang adik, Yati yang bekerja di Koperasi Jatitujuh.

“Uang yang kami gunakan untuk membeli mobil ini adalah hasil menabung sejak tahun 2012. Jumlahnya Rp262 juta. Ada koin (pecahan) 500 yang jumlahnya 50 juta, dan sisanya uang kertas,” kata Tirta, Sabtu (26/1/2019).

Menurut Tirta, awalnya, uang tabungan mereka akan digunakan untuk biaya naik haji. Tetapi, mereka harus masuk daftar tunggu, sehingga baru bisa bisa berangkat tahun 2020 atau 2021.  Seluruh uang itu, tak sepenuhnya berasal dari keuntungan berjualan cilok.

Baca juga:  Tukang Bakso Tewas Tertimbun Truk Batu Bara di Jatinangor Sumedang

Sebab, Tirta dan Mimin juga bertani di atas lahan sawah yang mereka sewa. “Tabungan itu merupakan hasil bertani dari sawah sewaan seluas 300 bata, ditambah hasil menggarap sawah menggunakan traktor sebesar Rp1 juta per hektare,” ungkap Tirta.

Tirta memang memiliki traktor, dia menggunakannya untuk menggarap sawah milik sendiri maupun sawah orang lain yang meminta jasanya. “Hasil dari menggarap sawah kami tabung, sedangkan sebagian kecil kami gunakan untuk kebutuhan sehari-hari,” tutur Tirta.

Sedangkan untuk memenuhi biaya hidup sehari-hari, Tirta berjualan cilok dengan keuntungan bersih rata-rata sekitar Rp50.000/hari. Dari berjualan cilok itu, Tirta masih bisa menyisihkannya untuk menabung dan menyekolahkan anaknya hingga lulus dari sebuah perguruan tinggi di Majalengka, juga membiayai anak keduanya yang masih duduk di bangku Kelas II SD.

Baca juga:  Saat Berkebun, Sungai Lebak Jero Meluap, Petani Majalengka Hilang

“Uang tabungan dalam bentuk kertas kami titipkan pada adik yang bekerja di koperasi, sedangkan uang koin kami simpan di karung dan kaleng-kaleng bekas,” katanya.

Tirta ‘terpaksa’ membeli mobil dengan menggunakan uang receh karena sulit menukarkannya menjadi lembaran kertas pecahan 50.000 atau 100.000. “Bank juga hanya bersedia menerima penukaran uang paling banyak Rp2 juta,” katanya.

Setelah memiliki mobil, cita-cita terbesar Tirta dan Mimin tetap naik haji. Tirta berharap bisa melunasinya dalam waktu yang tidak terlalu lama. “Ya, kami sekeluarga memutuskan untuk beli mobil saja dulu,” tutupnya. red

loading…