Pernikahan Dini di Sumedang Capai 1%, Psikolog: Membahayakan Diri Anak

Img
Img

SUMEDANG, ruber — Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPK) Kabupaten Sumedang khawatir, dampak pernikahan dini yang menyentuh angka 1% dari 1.1 juta jiwa penduduk.

BACA JUGA: Kepala LPBJ Bantah Ada yang Mundur, Wabup Sumedang Segera Panggil Pejabat Pengadaan

Kepala DPPKB Kabupaten Sumedang Nasam menyebutkan, walaupun angka tersebut kecil. Namun, berpotensi menjadi ancaman pemerintah. Terutama, dalam memicu ledakan penduduk.

“Umumnya, pernikahan dini terjadi di pelosok, dengan tingkat partisipasi keluarga berencana (K yang masih rendah,” ucapnya, beberapa waktu lalu.

Menanggapi hal tersebut, Psikolog Juliana Murniati mengatakan, pada usia dini, kematangan fisik, emosi, dan psikologi belum berkembang dengan baik. Sehingga, pernikahan pada usia terlalu belia bisa membahayakan diri sang anak.

Baca juga:  Isi Waktu Senggang, Mahasiswi Unpad Ini Raup Untung dari Bisnis Masker Wajah

Pengambilan keputusan akan berimplikasi pada tanggung jawab. Sedangkan pasangan muda, yakni antara 14-19 tahun, umumnya belum mampu melaksanakan tanggung jawab rumah tangga secara penuh.

“Pada usia menjelang 20, seseorang masih berada pada fase pencarian identitas. Di satu sisi, ingin disebut sudah dewasa dan tak ingin jadi beban orang tua. Tapi, belum mampu mempertanggungjawabkan apa yang sudah diputuskan untuk dirinya sendiri,” kata Juliana, saat dihubungi ruber, Kamis (10/1/2019).

Psikolog yang juga merupakan Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Atmajaya, Jakarta, ini menyebutkan, usia menjelang 20 merupakan awal untuk membangun relasi dengan pasangan.

Memasuki masa-masa ini, kata Juliana, tak jarang disertai dengan tantrum atau ledakan emosi.

Baca juga:  Lawan Persima Majalengka, Perses Sumedang Siapkan Strategi

“Mengatasi gejolak tantrum saja, di usia ini masih banyak yang belum mampu, apalagi jika pernikahan itu menghasilkan anak, tentu akan memunculkan persoalan lain,” tutur Juliana.

Juliana menambahkan, konflik rumah tangga selalu ada.

“Mereka yang menikah di usia ideal saja masih memiliki potensi konflik, apalagi yang menikah di usia muda. Pada titik emosi atau tantrum tak terbendung lagi, tak jarang terjadi kekerasan dalam rumah tangga,” paparnya.

Menurut Juliana, usia 25 sebetulnya merupakan saat yang ideal untuk membina rumah tangga.

Karena, dianggap telah menyelesaikan pendidikan, dan sudah memiliki pengalaman bekerja selama 1-2 tahun.

“Usia 25 tahun itu ideal bagi pria, sedangkan bagi wanita, saya kira, di atas 20 saja sudah ideal,” katanya. eta

loading…